Produsen dan Fungsi Produksi
Yang dimaksud dengan teori produksi adalah teori yang menjelaskan hubungan antara tingkat produksi dengan jumlah faktor-faktor produksi dan hasil penjualan outputnya.Produksi jangka pendek,yaitu bila sebagian faktorSeorang produsen atau pengusaha dalam melakukan proses produksi untuk mencapai tujuannya harus menentukan dua macam keputusan:
1. berapa output yang harus diproduksikan
2. berapa dan dalam kombinasi bagaimana faktor-faktor produksi (input) dipergunakan.
Untuk menyederhanakan pembahasan secara teoritis, dalam menentukan keputusan tersebut digunakan dua asumsi dasar:
1. bahwa produsen atau pengusaha selalu berusaha mencapai keuntungan yang maksimum
2. bahwa produsen atau pengusaha beroperasi dalam pasar persaingan sempurna.
Dalam
teori ekonomi, setiap proses produksi mempunyai landasan teknis yang
disebut fungsi produksi. Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau
persamaan yang menunjukkan hubungan fisik atau teknis antara jumlah
faktor-faktor produksi yang dipergunakan dengan jumlah produk yang
dihasilkan per satuan waktu, tanpa memperhatikan harga- harga, baik
harga faktor-faktor produksi maupun harga produk. Secara matematis
fungsi produksi tersebut dapat dinyatakan:
Y = f (X1, X2, X3, ……….., Xn)
dimana Y = tingkat produksi (output) yang dihasilkan dan X1,
X2, X3, ……, Xn adalah berbagai faktor produksi (input) yang digunakan.
Fungsi ini masih bersifat umum, hanya biasa menjelaskan bahwa produk
yang dihasilkan tergantung dari faktor-faktor produksi yang
dipergunakan, tetapi belum bias memberikan penjelasan kuantitatif
mengenai hubungan antara produk dan faktor-faktor
produksi tersebut. Untuk dapat memberikan penjelasan kuantitatif,
fungsi produksi tersebut harus dinyatakan dalam bentuknya yang
spesifik, seperti misalnya:
a. Y = a + bX ( fungsi linier)
b. Y = a + bX– cX2 ( fungsi kuadratis)
c. Y = aX1bX2cX3d ( fungsi Cobb-Douglas), dan lain-lain.
Dalam teori ekonomi, fungsi produksi diasumsikan tunduk pada suatu hukum yang disebut :
The Law of Diminishing Returns (Hukum Kenaikan Hasil Berkurang).
Hukum ini menyatakan bahwa apabila penggunaan satu macam input ditambah sedang
input-input yang lain tetap maka tambahan output yang dihasilkan dari
setiap tambahansatu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula naik,
tetapi kemudian seterusnya menurun jika input tersebut terus
ditambahkan. Hubungan produk dan faktor produksi yang digambarkan di atas mempunyai lima sifat yang perlu diperhatikan, yaitu :
1.
Mula-mula terdapat kenaikan hasil bertambah ( garis OB), di mana
produk marginal semakin besar; produk rata-rata naik tetapi di bawah
produk marginal.
2. Pada titik balik (inflection point) B terjadi
perubahan dari kenaikan hasil bertambah menjadi kenaikan hasil
berkurang, di mana produk marginal mencapai maksimum( titik B’); produk
rata-rata masih terus naik.
3. Setelah titik B, terdapat kenaikan
hasil berkurang (garis BM), di mana produk marginal menurun; produk
rata-rata masih naik sebentar kemudian mencapai maksimum pada titik C’ ,
di mana pada titik ini produk rata-rata sama dengan produk marginal.
Setelah titik C’
4. Pada titik M tercapai tingkat produksi maksimum,
di mana produk marginal sama dengan nol; produk rata-rata menurun
tetapi tetap positif.
5. Sesudah titik M, mengalami kenaikan hasil
negatif, di mana produk marginal juga negatif produk rata-rata tetap
positif. Dari sifat-sifat tersebut dapat disimpulkan bahwa tahapan
produksi seperti yang dinyatakan dalam The Law of Diminishing Returns
dapat dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu :
a. Produksi total dengan increasing returns,
b. Produksi total dengan decreasing returns, dan
c. Produksi total yang semakin menurun.
Disamping analisis tabulasi dan analisis grafis mengenai hubungan antara produk total, produk rata-rata, dan produk
marginal dari suatu proses produksi seperti diatas, dapat pula
digunakan analisis matematis. Sebagai contoh, misalnya dipunyai fungsi
produksi :
Y = 12X2– 0,2 X3, dimana : Y = produk X = faktor produksi.
Produksi Optimal (Economic Production Quantity)
Tingkat
produksi optimal atau Economic Production Quantity (EPQ) adalah
sejumlah produksi tertentu yang dihasilkan dengan meminimumkan total
biaya persediaan (Yamit, 2002). Metode EPQ dapat dicapai apabila
besarnya biaya persiapan (set up cost) dan biaya
penyimpanan (carrying cost) yang dikeluarkan jumlahnya minimun.
Artinya, tingkat produksi optimal akan memberikan total biaya
persediaan atau total inventori cost (TIC) minimum.
Metode EPQ mempertimbangkan tingkat persediaan barang jadi dan
permintaan produk jadi. Metode ini juga mempertimbangkan jumlah
persiapan produksi yang berpengaruh terhadap biaya persiapan. Metode EPQ
menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut:
1.Barang yang diproduksi mempunyai tingkat produksi yang lebih besar dari tingkat permintaan.
2.Selama produksi dilakukan, tingkat pemenuhan persediaan adalah sama dengan tingkat produksi dikurangi tingkat permintaan.
3.Selama berproduksi, besarnya tingkat persediaan kurang dari Q (EPQ) karena penggunaan selama pemenuhan.
Penentuan Volume Produksi yang Optimal dengan Metode Economic Production Quantity (EPQ)
Persediaan produk dalam suatu perusahaan berkaitan dengan volume produksi dan besarnya permintaan pasar. Perusahaan harus mempunyai kebijakan untuk menentukan volume produksi dengan disesuaikan besarnya permintaan pasar agar jumlah persediaan pada tingkat biaya minimal. Menurut Yamit (2002), permasalahan itu dapat diselesaikan dengan menggunakan metode Economic Production Quantity (EPQ). Metode EPQ dimaksudkan untuk menentukan besarnya volume produksi yang optimal, dalam artian cukup untuk memenuhi kebutuhan dengan biaya yang serendah-rendahnya.
Menurut Riyanto (2001), penentuan jumlah produk optimal hanya memperhatikan biaya variabel saja. Biaya variabel dalam persediaan pada prinsipnya dapat digolongkan sebagai berikut:
a.Biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan frekuensi jumlah persiapan proses produksi yang disebut biaya persiapan produksi (set-up cost).
b.Biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan besarnya persediaan rata-rata yang disebut biaya penyimpanan (holding cost).
Menurut Handoko (2002), biaya persiapan produksi merupakan biaya yang harus dikeluarkan sebelum produksi berlangsung. Biaya ini timbul karena perusahaan memproduksi sendiri bahan baku yang akan digunakan. Biaya ini terdiri dari : (1) biaya mesin-mesin menganggur, (2) biaya persiapan tenaga kerja langsung, (3) biaya scheduling, (4) biaya ekspedisi dan sebagainya.
Biaya
penyimpanan terdiri atas biaya yang-biaya yang bervariasi secara
langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan
semakin besar apabila rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya yang
termasuk sebagai biaya penyimpanan diantaranya :
a.Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pemanas atau pendingin)
b.Biaya modal (opportunity cost of capital)
c.Biaya keusangan
d.Biaya perhitungan fisik dan konsiliasi laporan
e.Biaya asuransi persediaan
f.Biaya pajak persediaan
g.Biaya pencurian, pengrusakan atau perampokan
h.Biaya penanganan persediaan, dan sebagainya.
Kedua jenis biaya tersebut mempunyai hubungan dengan tingkat persediaan. Biaya persiapan produksi berbanding terbalik dengan tingkat persediaan. Biaya penyimpanan berbanding lurus dengan tingkat persediaan (Siagian, 1997). Semakin banyak biaya yang dikeluarkan untuk persiapan produksi, tingkat persediaan semakin kecil dan sebaliknya. Bila biaya penyimpanan semakin besar, tingkat persediaan semakin besar atau sebaliknya.
sumber : http://riend88.wordpress.com/2011/04/18/perilaku-produsen/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Halaman
About this blog
Tinggalkan comment anda
terimakasih
Mengenai Saya
- irez pratama
- my time has run out my time has gone I can not wait any longer because success can not be achieved with silence
Tidak ada komentar:
Posting Komentar